-
Padang, sumbarsatu.com—Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mensinyalir adanya bocoran danan dan potensi merugikan negara sebesar Rp16.886 miliar terhadap penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020.
Direktur LBH Padang Indira Suryani menyebutkan, berdasarkan monitoring LBH Padang, terdapat potensi kerugian negara sebesar Rp16.886.948.059 di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat tahun 2020 oleh Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Sumatera Barat Nomor: 40.C/LHP/XVIII.PDG/05/2021 tertanggal 6 Mei 2021.
“Sekaitan dengan peringatan Hari Anti Korupsi 2021 dan adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp16 miliar lebih itu, kami dari LBH Padang ingin dengar pendapat dengan Gubernur Mahyeldi yang dijadwalkan bertemu pada Kamis (9/12/2021) pagi namun tidak didisposisi. Tim LBH Padang sudah menunggu selama 1 jam di Gubernuran Sumatera Barat. Ternyata Gubernur punya jadwal lain dan tak ada otoritas di Pemprov Sumbar yang bisa mewakili sehingga gagal berdialog. LBH Padang banyak menemukan dugaan kebocoran anggaran,makanya kami ingin berjelas-jelas dengan Gubernur Sumbar,” kata Indera Suryani, kepada sumbarsatu Jumat (10/12/2021).
Hasil monitoring yang dilakukan LBH Padang terhadap temuah BPK yang berpotensi menelan kerugian negara, ada 11 poin, antara lain yang cukup besar kelebihan pembayaran belanja pegawai sebesar Rp6 miliar lebih. Selain itu ada temuan pembayaran biaya penerimaan peserta didik baru (PPDB) kepada masing pihak tidak sah dan pembayaran kegiatan PPDB yang tidak sesuai peruntukannya dengan total jumlah berpotensi kerugian negara Rp1 miliar lebih.
“Total dana yang diduga merugikan negara mencapai Rp16 miliar lebih. Oleh sebab itu, kami menuntut Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi membenahi dan memberikan pertanggungjawaban kepada publik atas temuan dugaan kebocoran uang rakyat di kalangan Pemprov Sumatera Barat. Publik butuh penjelasan terkait dugaan kebocoran uang negara ini sehingga Gubernur mampu menapaki setapak demi setapak Sumatera Barat yang madani bebas dari korupsi,” jelasnya.
Secara terpisah, Hidayat, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumatera Barat mengapresiasi apa langkah-langkah yang dilakukan LBH Padang terkait monitoring temuan BPK Sumbar terhadap penggunaan APBD Sumbar yang diduga berpotensiu merugikan negara kendati respons LBH Padang dinilainya terlambat.
“Apa yang dilakukan LBH Padang cukup baik sebagai organisasi masyarakat sipil pantas diapresiasi kendati agak terlambat tapi tak masalah. Temuan BPK ini harus kita awasi bersama-sama karena diduga ada potensi korupsinya,” kata Hidayat.
Ia mengatakan, tentang transparansi penggunaan APBD Sumbar, sesuai fungsinya, DPRD sesungguhnya sudah sering meminta dan mendesak Pemrov Sumbar agar tata kelola keuangannya dilaksanakan secara disiplin.
Menurutnya, temuan BPK Sumbar harus dikembalikan ke negara dan pengembalian dana tersebut harus transparan dan dipublikasikan secara terbuka.
“Ke depan, semua isi APBD seyogyanya menjadi hak publik juga untuk mengetahuinya. Gerindra terus meminta dan mendorong Pemrov Sumbar untuk disiplin menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi ke publik, termasuk soal penganggaran.
LBH Padang juga menyoroti soal lemahnya keterbukaan dan transparansi informasi kepada masyarakat di lingkungan Pemprov Sumbar.
Direktur LBB Padang Indira Suryani menyebutkan, banyak badan publik di Sumatera Barat, khusus di Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang tidak patuh pada UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Badan publik tidak transparans soal kebijakan dan pengelolaan anggaran. PPID Utama kesulitan untuk mendorong transparansi karena tidak didukung oleh OPD terkait. Hal ini terlihat dari pengalaman LBH dalam meminta dokumen-dokumen publik salah satunya ke BPBD Provinsi Sumatera Barat yang masih bersengketa informasi di Komisi Informasi Daerah Sumatera Barat. Transparansi akan berkontribusi pada pencegahan dan penindakan kasus korupsi,” terang Indira Suryani.
Sementara itu, Nofal Wiska, Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat menyebut, keinginan bekerja secara transparansi dan menjalankan nilai-nilai keterbukaan informasi publik tidak hanya slogan saja, tapi memang menjadi budaya kerja.
“Inilah masalah paling krusial dan salah satu pekerjaan rumah yang belum maksimal di lingkungan kerja Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat. Kita ingin transparansi dan keterbukaan informasi cuma slogan saja. Kita harapkan Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat menjalankannya sungguh-sungguh,” kata Nofal Wiska kepada sumbarsatu, Jumat (10/12/2021).
Sekaitan dengan dengan pengalaman LBH Padang, Nofal Wiska menjelaskan, saat ini KI Sumbar memang menangani sengketa informasi tersebut dan sekarang masih dalam tahap mediasi.
“Mudah-mudahan tercapai kesepakatan di dalam proses mediasi. Pada prinsipnya, pengelolaan dan laporan anggaran adalah informasi terbuka, kecuali masih dalam tahap sedang diaudit dan memang dalam proses hokum. Itu masih belum bisa dibuka ke public.” jelas Nofal Wiska.
Fraksi Gerindra, tambah Hidayat, terus meminta dan mendorong Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat untuk disiplin menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi ke publik, termasuk soal penganggaran.
Lebih jauh dijelaskan Hidayat, khusus terkait LHP BPK tentang temuan belanja penanganan Covid-19, berawal dari inisiatif DPRD Sumbar melalui Pansus Covid19 pada 2020 lalu atas adanya dugaan penggunaan dana atau belanja sekitar Rp4,7 miliar yang tidak sesuai ketentuan.
Lalu pansus minta BPK untuk melakukan audit dan ditemukan lagi sekitar Rp6,7 miliar yang tidak sesuai ketentuan.
“Temuan Rp6,7 miliar ini sesungguhnya oleh DPRD melalui sidang paripurna jauh-jauh hari sudah mengingatkan Pemrov Sumbar untuk taat asas dalam pengelolaan keuangan khusus pencegahan dan penanganan Covid-19,” sebut Hidayat.
Selanjutnya, tambah Hidayat, temuan Rp6,7 oleh BPK ini, beberapa orang anggota DPRD Sumbar, yaitu Evi Yandri, Nurnas, Nofrizon, Syamsul Bahri, dan Hidayat membuat laporan dan mengantarkan langsung ke KPK di Jakarta.
“Laporan dugaan penyalahgunaan dana APBD kepada KPK oleh anggota DPRD Sumbar merupakan periatiwa dan tindakan pertama di Indonesia yang dilakukan anggota dewan,” tegasnya.
Indira Suryani menguraikan, hasil monitoring LBH Padang terhadap termuan BPK Sumbar ini, ia melihat beberapa permasalahan yang wajib diselesaikan segera oleh Gubernur Sumatera Barat agar tercipta good governance di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
“Tiap tahun BPK merilis hasil temuan penggunaan anggaran yang berjumlah sangat besar sekali. Bahkan masih ada kesalahan dalam transaksi yang seringkali digunakan secara tunai. Ada transaski tunai dalam pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp49 miliar Ini urgen untuk membongkat akar masalah dan memperkuat sistem pencegahan dan pengawasan extra ketatm,” kata Indira Suryani.
Selain itu, permasalahan penting yang setiap tahun kasus yang serupa terulang lagi karena tidak ada mekanisme sanksi yang jelas dan pertanggungjawaban kepada publik terhadap penyelesaian dari temuan BPK.
“Dalam pengalaman LPB Padang, bahkan untuk meminta informasi publik akuntabilitas pelaksanaan rekomendasi dan pengembalian uang negara terkesan ditutupi dari publik,” urainya. SSC/MN
Inilah Hasil Temuam BPK dalam APBD 2020 Potensi Kerugian Negara Sebesar Rp16.886 Miliar
Sumber: Hasil Monitoring LBH Padang