
Rusmadi, dalam keterangan yang disampaikannya di puluhan wartawan sembari makan malam di sebuah restoran di Padang, Jumat (22/1/2021).
Padang, sumbarsatu.com—Permasalahan seorang siswi nonmuslim yang dianjurkan mengenakan jilbab atau kerudung saat melakukan aktivitas dan proses belajar mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang dinyatakan sudah klir. Rusmadi, Kepala SMKN 2 Padang secara resmi sudah menyampaikan permintaan maaf atas kekeliruan ini.
"Selaku Kepala SMKN 2 Padang, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi," kata Rusmadi, dalam keterangan yang disampaikannya di puluhan wartawan sembari makan malam di sebuah restoran di Padang, Jumat (22/1/2021).
Konferensi pers yang difasilitasi Dinas Kominfo Provinsi Sumatra Barat dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Sumatra Barat, dan para guru SMKN Padang.
Rusmadi menegaskan, ananda Jeni Cahyani Hia, siswa Kelas X Jurusan OTKP 1 (Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran) tetap bersekolah seperti biasa di SMKN 2 Padang.
“Kami berharap, kekhilafan dan kesimpangsiuran informasi di media sosial dapat kita selesaikan dengan semangat kesamaan dalam keberagaman," jelas Rusmadi.
Kepala Dinas Pendidikan Adib Alfikri, mengaku baru menerima kabar yang telah viral di media sosial tersebut pada Jumat pagi. Meski agak terlambat menerima kabar, tapi ia langsung membentuk tim khusus untuk melakukan investigasi ke SMKN 2 Padang.
"Tim ini diketuai oleh Kabid SMK. Sampai tadi sore (Jumat sore) tim masih bekerja dan belum ada laporan tertulis kepada saya. Jika nanti ditemukan ada aturan atau praktek-praktek yang diluar ketentuan, saya akan ambil tindakan tegas," terang Adib Alfikri.
Ia menegaskan, dalam masalah ini, tidak ada maksud dari sektor pendidikan memberikan sikap pemaksaan bagi siswi nonmuslim mengenakan jilbab sebab tidak ada aturan yang membolehkan hal tersebut.
"Saya tegaskan, tidak ada diskriminatif, jika ada akan kami proses sesuai atuan yang berlaku," tegasnya.
Ia meminta hal begini tidak terulang kembali. Dinas Pendidikan a akan mengeluarkan edaran resmi. Kemudian mengkaji ulang serta merevisi jika ditemukan aturan-aturan yang diskriminatif.
Jasman Rizal, Kepala Dinas Kominfo Sumatra Barat menjelaskan, tidak ada satupun regulasi atau kebijakan dari Pemerintah Provinsi Sumatra Barat tentang adanya kewajiban dan paksaan bagi nonmuslim untuk berpakain muslim ataupun muslimah.
"Pemprov Sumbar tidak ada membuat regulasi ataupun kebijakan agar nonmuslim berhijab. Tidak ada itu. Itu adalah kebijakan sekolah yang ke depan akan dievaluasi secara menyeluruh. Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan mengevaluasinya" ungkap Jasman.
Dia melanjutkan, sebelum peralihan kewenangan SLTA diurus oleh pemprov, dulunya aturan berpakaian muslimah setiap hari Jumat itu telah ada dan itu kebijakan pemko dan pemkab saat itu. Di saat kewenangan mengurus SLTA berpindah ke provinsi aturan ini belum sempat dievaluasi karena tidak ada permasalahan selama ini.
“Dengan adanya kasus ini, Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan segera mengevaluasi seluruh aturan berpakaian dan memastikan bahwa tidak akan terjadi lagi persoalan seperti ini,” tegas Jasman Rizal yang juga Jubir Satgas Covid-19 Sumatra Barat ini.
Sementara itu, Meilanie Buitenzorgy, salah seorang warga yang respek pada masalah diskriminasi, dalam komentarnya di akun Facebook Elianu Hia, orang tua Jeni Cahyani Hia mengapresiasi keberanian Elianu Hia mempublikasikan yang dihadapi anaknya di SMKN 2 Padang.
“Pemaksaan jilbab terhadap para siswi nonmuslim di sekolah-sekolah negeri di Provinsi Sumatra Barat sudah sejak lama terendus tapi selama ini, para korban memberikan pengaduan dan keluhan secara anonim. Terima kasih Pak Elianu Hia, atas keberanian Anda memperjuangkan hak putri Anda. Perjuangan Anda bukan hanya untuk Jenni putri Anda, tetapi untuk Jenni-Jenni lain di seantero Sumbar dan Indonesia,” tulisnya dalam kolom komentar Facebook.
Pemberitaan sebelumnya, media sosial diramaikan atas unggahan video akun Facebook Elianu Hia. Elianu dalam video itu bersitegang adu argumen dengan Wakil Kepala SMK Negeri 2 Padang. Dalam pengantar video yang ia unggah, Elianu Hia menulis, dirinya dipanggil pihak sekolah karena putrinya tidak menggunakan jilbab saat ke sekolah. Ia mempertanyakan soal kewajiban siswi, termasuk yang nonmuslim, mengenakan jilbab di sekolah.
Dalam video itu, terdengar suara Elianu Hia menjelaskan dirinya dan anaknya adalah nonmuslim. Ia mempertanyakan mengapa sekolah negeri membuat aturan tersebut.
"Bagaimana rasanya kalau anak Bapak dipaksa ikut aturan yayasan. Kalau yayasan tidak apa, ini kan (sekolah) negeri," demikian terdengat ucapan Elianu.
Pihak sekolah yang menerima kehadiran Elianu Hia menyebut, mengenakan jilbab merupakan aturan sekolah. Pihak sekolah juga menunjukkan surat pernyataan yang disebut diteken orang tua saat anaknya hendak masuk sekolah. Salah satu poinnya, menurut pihak sekolah, adalah terkait pakaian.
"Ini tentunya menjadi janggal bagi guru-guru dan pihak sekolah ketika ada anak yang tidak ikut peraturan sekolah. Kan di awal kita sudah sepakat," kata Zikri, Wakil Kepala Bidang Kesiswaan.
Elianu Hia menjelaskan bahwa dirinya sudah mencari aturan dan regulasi terkait dengan siswa nonmuslim wajib mengenakan pakaian muslim dan muslimah.
Ujung dari perdebatan ini, kedua pihak sementara sepakat menunggu keputusan dari Dinas Pendidikan Sumatra Barat.
“Ya memang saya yang merekam dan saya ada dalam video itu. Kejadiannya Kamis (21/1.2020). Saya lakukan siaran langsun," kata Elianu Hia.
Adib Alfikri menjelaskan lagi, persoalan yang muncul di SMK Negeri 2 Padang masih dalam konteks dan ranah tanggung jawab pihak sekolah. Ia menyayangkan, masalah tersebut muncul di media sosial karena seharusnya bisa dibicarakan dengan guru atau kepala sekolah secara baik-baik.
“Awalnya siswi ini tampil berbeda dibanding yang lain (yang mengenakan jilbab), maka guru memanggilnya. Sebelumnya proses belajar mengajar dilakukan daring. Semester dua ini baru tatap muka PBMnya. Maka, saat belajar tatap muka itulah siswi ini terlihat berbeda karena tak mengenakan jilbab. Lalu dipanggil orang tuanya. Nah, masih tahap proses dialog dengan majelis itu, ternyata dilakukan siaran langsung di media sosial dan tersebar secara masif. Harusnya bisa dibicarakan secara baik-baik dan tidak harus pakai siaran langsung," urai Adib Alfikri.
Menurutnya, persoalan pakaian atau seragam sekolah sudah selesai beberapa tahun lalu. Aturan pakaian dan seragam sekolah itu sudah selesai sejak bertahun-tahun lalu. Tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi. SSC/MN