Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Agam berkomitmen mengembangkan tanaman biofarmaka. Salah satunya adalah jahe, seperti diungkapkan Kepala Distan Agam, melalui Kepala Bidang Holtikultura, Sari Mustika, Rabu (20/1/2021).
Agam, sumbarsatu.com- Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Agam berkomitmen mengembangkan tanaman biofarmaka. Salah satunya adalah jahe, seperti diungkapkan Kepala Distan Agam, melalui Kepala Bidang Holtikultura, Sari Mustika, Rabu (20/1/2021).
Menurutnya, tanaman biofarmaka merupakan tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, kosmetik, dan kesehatan.
“Biasanya yang digunakan dari bagian-bagian tanaman biofarmaka seperti daun, batang, bunga, buah, umbi, dan akar,” ujarnya.
Dijelaskan, tanaman biofarmaka terbagi dua golongan, yaitu biofarmaka rimpang dan non rimpang.
Tanaman biofarmaka rimpang merupakan tanaman yang menghasilkan umbi, seperti jahe, laos atau lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, temukunci, dan dlingo atau dringo.
Tanaman biofarmaka non rimpang merupakan tanaman biofarmaka yang menghasilkan produk selain berupa umbi, seperti kapulaga, mengkudu, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto, dan lidah buaya.
“Sebenarnya masih banyak lagi jenisnya, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian tentang Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, dan Direktorat Jenderal Holtikultura,” ujarnya pula.
Untuk Kabupaten Agam, saat ini tengah dikembangkan tanaman biofarmaka rimpang jenis jahe. Kecamatan Palembayaan saat ini sudah menjadi sentra tanaman jahe.
Pengembangan jahe di Kecamatan Palembayan saat ini menjadi sentra. Di Palembayan, nagari yang dijadikan sentra antara lain Gumarang, Salareh Aia, dan Koto Tinggi. Masyarakat juga sudah mulai memproduksi sejumlah olahan jahe.
Tahun ini Distan Agam merencanakan tahun ini pengembangan tanaman biofarmaka di Kecamatan Lubuk Basung. Dengan target, Kecamatan Lubuk Basung juga menjadi sentra tanaman jahe.(MSM)