
Wahyu Ramadino, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Unand, yang menggelar aksi damai nan kreatif itu dilakukan atas nama pribadinya..
Padang, sumbarsatu.com—Seorang mahasiswa berbusana hitam dengan rambut gondrong melakukan aksi damai duduk di tengah bundaran jalan lingkar Kampus Limau Manih Universitas Andalas, Kamis, 29 Agustus 2019 pagi. Aksi damai tanpa teriakan terkesan kreatif ini menarik perhatian dan menjadi viral di media sosial.
Ia duduk melipat kedua kakinya dengan latar belakang teks yang ditulis di atas kain putih berukuran sekitar 1 meter kali satu setengah meter. Kain itu ia rentangkan di antara dua tiang yang biasanya dipakai untuk tonggak mengikat bendera fakultas.
Foto-foto yang beredar di media sosial, tak jauh dari lokasi aksi damai itu, terlihat bus kampus yang biasa membawa mahasiswa dari Pasa Baru ke Kampus dan sebaliknya, berhenti tak jauh dari mahasiswa itu. Ada juga kendaraan jenis sedan, dan motor yang terparkir. Seorang satpam bersama seorang pria berdiri di depan mahasiswa itu. Kesannya tak terjadi apa-apa.
Pada papan rentang (spanduk) yang jadi poin penting aspirasi mahasiswa yang melakukan aksinya atas nama dirinya sendiri itu, tertulis: “Gondrong Bukan Berarti Kriminal. Klimis Tak Selalu Berarti Intelektual. Pendidikan Tidak Memandang Penampilan. Dosa Unand: UKT. Mandiri. PTN-BH. Keamanan Kampus”
Wahyu Ramadino, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Unand, yang menggelar aksi damai diam nan kreatif itu kepada sumbarsatu mengatakan, dilakukan atas nama pribadinya.
“Tidak ada atas nama lembaga mahasiswa atau lainnya. Ini memang aksi pribadi. Tapi saya berharap dengan langkah ini akan membangun solidaritas kawan-kawan mahasiswa lainnya, terutama di Unand agar lebih peka terhadap permasalahan di kampus,” kata Wahyu Ramadino, Kamis (29/8/2019).
Dalam aksi itu, Wahyu Ramadino menganalogikan protes dan kritiknya dengan narasi rambut gondrong yang kerap jadi urusan pihak kampus.
“Penampilan mahasiswa lebih jadi perhatian dapripada isi. Protes ini bukan tentang rambut gondrong. Tapi ini merupakan kritik terhadap pihak kampus yang lebih mengurus rambut gondrong mahasiswa ketimbang permasalahan-permasalahan mahasiswa,” terang sosok penggemar mamanjat gunung ini.
Menurutnya permasalahan dan munculnya polemik yang menggunung di Unand ini karena tak ada transparansi UKT mahasiswa, tak jelasnya jalur mandiri dan bidik misi serta keamanan kampus yang rawan.
“Masalah-masalah krusial ini seharusnya menjadi hal yang harus dibenahi oleh pihak Unand, bukannya mengurus rambut serta penampilan mahasiswa,” tegasnya lagi.
Selain itu, tambahnya, pembahasan masalah-masalah yang dihadapi Unand untuk menuju PTN-BH seharusnya melibatkan dan menyertakan mahasiswa karena berdampak dan berpotensi menyengsarakan mahasiswa seperti naiknya UKT dan SPP.
Aksi damai yang dilakukan Wahyu Ramadino, yang rencananya diakhiri hingga sore nanti, menurutnya masih direspons pihak Unand dengan baik dan positif kendati belum ada tanggapan resmi terhadap aksi protes ini.
“Hingga aksi berakhir pihak Unand masih merespons positif walau belum ditanggapi. Dan tak ada tindakan pihak kampus berupa ancaman kepada saya,” terangnya.
Tampak beberapa puluh mahasiwa ikut berpartisipasi dalam aksi tapi cuma duduk-duduk sembari melambai-lambaikan poster menyuarakan penolakan Unand menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PT-NBH). Mereka tampak tertawa-tawa, dan beda dengan Wahyu Ramadino dengan aksi diamnya.
Kata Wahyu Ramadino, ia tetap akan melanjutkan aksinya ini sampai mendapat respons dan pihak Unand membuka ruang dialog dan diskusi dengan melibatkan mahasiswa secara utuh.
Sementara itu, Virtuous Setyaka, Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP di Universitas Andalas dan juga seorang aktivis menilai aksi itu merupakan kemampuan berpikir kritis dan keberanian serta kemauan beraksi oleh mahasiswa. Dan itu harus didukung.
“Ini menandakan bahwa mahasiswa masih peduli dengan dirinya dan lingkungannya. Tidak boleh ada yang merepresi mahasiswa kritis dan aksi mahasiswa ini,” kata kandidat doktor di Unpad ini kepada Khazanah ketika dimintai pendapatnya aksi protes personal mahasiswa Unand itu.
Kendati mendukung, Virtuous Setyaka menyayangkan aksi itu dilakukan sendiri. Ia berharap ini dilakukan mahasiswa bersama-sama dalam aksi kolektif. “Mahasiswa yang lain kemana?” tanyanya.
Menurutnya, sebaiknya, tuntutan itu juga tidak hanya sampai di tingkat kampus. Tapi sampai ke tingkat kementerian, bahkan presiden dan DPR. “Bukankah kita mau memperbaiki sistem pendidikan nasional kita?” tanyanya menyindir. SSC/MN