Radhar: Seniman Harus Punya Integritas

FESTIVAL NASIONAL WISRAN HADI 2018

Rabu, 25/04/2018 21:31 WIB
Seminar yang dilaksanakan di Ruang Seminar FIB dimoderatori oleh Muhammad Fadli dengan pembicara Radhar Panca Dahana, Sahrul Nazar dan Irman Syah.

Seminar yang dilaksanakan di Ruang Seminar FIB dimoderatori oleh Muhammad Fadli dengan pembicara Radhar Panca Dahana, Sahrul Nazar dan Irman Syah.

Padang, sumbarsatu.com—Memasuki hari ketiga Festival Nasional Wisran Hadi (FNWH) yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Langkah, Rabu (25/4/ 2018), agenda yang diselenggarakan adalah Seminar Nasional dengan tema “Membaca Biografi Wisran Hadi dalam Perkembangan Dunia Teater Indonesia”.

Seminar yang dilaksanakan di Ruang Seminar Fakultas Imu Budaya (FIB) ini dimoderatori oleh Muhammad Fadli dengan pembicara Radhar Panca Dahana, Sahrul Nazar dan Irman Syah. Seperti yang disampaikan oleh Muhammad Fadli sebagai pengantar diskusi, bahwa Sahrul Nazar dan Irman Syah merupakan pegiat teater yang memiliki hubungan emosional yang baik dengan Wisran Hadi, dan Radhar Panca Dahana sebagai budayawan nasional yang sekiranya dapat membaca jejak perjalanan Wisran Hadi di kancah nasional.

Irman Syah yang merupakan salah seorang pendiri UKM Teater Langkah memberi judul makalahnya “Wisran Hadi dan Mata Rantai yang Terputus” dengan memusatkan pandangannya dari segi kehidupan dan kesenian Wisran Hadi.

Menurutnya, dialektika secara empirik merupakan dasar dari pemikiran dalam karya-karya Wisran Hadi.

“Wisran Hadi memiliki kacamata seni rupa untuk membentuk konsep panggung. Dan Wisran Hadi adalah penulis lintas genre. Artinya Wisran Hadi selain pegiat teater, ia juga memiliki kemampuan kepenulisan untuk mengekalkan karyanya” jelas Irmansyah saat memaparkan makalahnya di Ruang Seminar FIB.

Di lain pihak, Radar Panca Dahana secara tidak langsung memperkuat pernyataan dari Irmansyah mengenai cara kerja Wisran Hadi dalam memproduksi karya baik teks maupun panggung. Walaupun secara keseluruhan, Radar tidak menyinggung romantisme secara melankolis untuk mengenang Wisran Hadi. Radar lebih kepada sikap persuasif untuk terus mengadopsi semangat yang dimiliki Wisran Hadi dalam menciptakan karya.

“Wisran Hadi, seperti Rusli Marzuki Saria dan A.A Navis merupakan seniman dan penulis yang tonggak penciptaan karya mereka bersandar pada adat dan agama. Walaupun demikian, mereka tidak pula semerta-merta menelan ajaran tersebut” ungkapnya.

Beda halnya dengan Sahrul Nazar, seorang akademisi ISI Padang Panjang menitikberatkan pembahasan kepada rekam perjalanan dan sumbangsih terhadap dunia teater. Dengan judul makalahnya “Jejak Langkah Wisran Hadi”.

“Kehadiran teater modern di Sumatera Barat tidak bisa lepas dari sumbangsih dan pemikiran Wisran Hadi dan grup teaternya yang bernama Bumi Teater. Begitu juga dengan kehadiran teater postmodern di Sumatera Barat, bentuk teater tersebut ditemukan dalam naskahnya berjudul Jalan Lurus,” katanya.

“Secara langsung ataupun tidak bersinggungan dengan Wisran Hadi, ada beberapa pegiat teater muda yang memakai cara kerja dan gaya penggarapan teater seperi Wisran Hadi. Dengan pemanfaatan mitos maupun,” ungkap Sahrul Nazar.

Sementara itu, Radhar Panca Dahana tampil tanpa makalah tertulis mengatakan, dalam kehidupan kesenian yang centang perenang saat ini, yang dapat kita petik dari perjalanan kreatif Wisran Hadi ialah spirit, semangat, kerja keras, dan integritasnya terhadap pilihan hidup berkeseniannya.

“Integritas dan komitmennya yang membuat karya Wisran Hadi menjadi sangat penting saat ini. Kebudayawanannya pun teruji. Perjalanan kreatif yang segenerasi dengan Wisran Hadi seperti Putu Wijaya, Danarto, Arifin C Noer, dan juga Rusli Marzuki Saria, serta lainnya, bukan hadir serta merta. Mereka melewatinya dengan kerja keras dan konsisten. Dan yang demikian ini sudah langka kita temukan hari ini,” tambah Radhar yang seolah memprovokasi mahasiswa yang hadir agar meniru kerja keras para budayawan itu. (SSC)

Laporan Annisa Irfayuli

 



BACA JUGA