
Musfi Yendra
OLEH Musfi Yendra (Pembina Dompet Dhuafa Singgalang)
Baru saja kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Tepatnya 2 Mei. Hari Pendidikan Nasional, tak lepas dari peran Ki Hajar Dewantara yang berjuang untuk memajukan pendidikan Indonesia.
Beliau selalu melakukan kritik kepada pemerintah Belanda yang hanya membolehkan keturunan Belanda dan orang kaya saja yang bersekolah.
Hingga akhirnya beliau diasingkan ke Belanda. Sekembali dari Belanda, beliau mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara mendapat gelar Bapak Pendidikan Indonesia.
Dunia terus berputar. Pendidikan terus berkembang mengikuti zamannya. Jika dulu teknologi tak sehebat sekarang, namun banyak melahirkan tokoh-tokoh bangsa. Mereka berjuang bukan hanya untuk dirinya namun mengangkat martabat bangsa.
Kini, sumber daya manusia menjadi satu-satunya aset paling berharga bangsa kita. Sumber daya alam kita sudah dikuasai asing.
Padahal baru menjelang 71 tahun Indonesia merdeka. Pratikno, ketika masih menjadi Rektor UGM tahun 2013 merilis data, bahwa kekayaan alam dan industri kita sudah 70 persen dikuasai asing.
Bidang perbankan misalnya, asing telah menguasai lebih dari 50 persen. Migas dan batu bara antara 70-75 persen, telekomunikasi antara 70 persen dan lebih parah lagi adalah pertambambangan hasil emas dan tembaga yang dikuasi mencapai 80-85 persen. Kecuali sektor perkebunan dan pertanian asing baru menguasai 40 persen.
Kondisi ini tentu mengkhawatirkan bangsa ke depan. Akan seperti apa nasib anak cucu kita?
Tak bisa tidak kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan harus terus ditingkatkan. Ini mutlak kita perkuat. Tantangan generasi tentang kualitas intelektual juga dihadapkan dengan era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Jaringan internasionalisasi dalam segala bidang menuntut kita harus bisa kokoh di negara sendiri dan berjaya di dunia. Pendidikan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, namun ada peran kolektif stakeholder.
Dompet Dhuafa misalnya sebagai lembaga publik berbentuk lembaga amil zakat terus berupaya memberikan kontribusi meningkatkan kualitas pendidikan.
Khususnya untuk anak-anak miskin yang pendidikannya didanai dari donasi zakat, infak, sedekah, wakaf dan CSR perusahaan yang diamanahi masyarakat.
Tak hanya berorientasi pada kompetensi, Dompet Dhuafa sudah lama membangun basis pendidikan yang berkarakter.
Sejak berdiri tahun 1993 hingga 2015 sebanyak 214.070 anak bangsa menjadi penerima manfaat program pendidikan melalui Dompet Dhuafa.
Sebagian besar mereka telah menjadi sarjana yang mendedikasikan dirinya melalui dunia kerja untuk membantu keluarga dan membangun bangsa.
Untuk mempertahankan jati diri bangsa, jangan adalagi anak-anak yang tidak bersekolah, jika kita tidak ingin kembali dijajah oleh bangsa asing. (*)