Integritas Kecam Dua Terdakwa Korupsi di DPRD Solok Selatan Divonis Bebas

Sabtu, 04/07/2015 05:49 WIB
Aswis divonis bebas kasus dugaan korupsi (Foto Padek)

Aswis divonis bebas kasus dugaan korupsi (Foto Padek)

Padang, sumbarsatu.com—Lembaga antikorupsi Intergritas mengecam keras vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim kepada Aswis (mantan Sekwan DPRD Kabupaten Solok Selatan) dan Gusni Fitri (Direktiris CV Riri Prima Jaya/rekanan). Kedua orang ini terlibat dalam kasus pengadaan jasa cleaning service di DPRD Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2013. Vonis bebas terhadap pelaku dugaan korupsi ini menambah deretan  panjang catatan buruk penegakan hukum tindak pidana korupsi di Sumatera Barat.

Penilaian ini disampaikan Arief Paderi, Koordinator Integritas kepada sumbarsatu.com, Sabtu (4/7/2015) di Padang.

“Ini merupakan kesekian kalinya majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang memvonis bebas terdakwa korupsi,” kata Arief Paderi.

Menurut Arief, pertimbangan majelis hakim dalam kasus Aswis, yang menyatakan perkara a quo bukan tindak pidana korupsi dan merupakan perkara hubungan industrial jelas adalah keliru.

Jika mencermati perkara dari dakwaan JPU dan fakta persidangan membukatikan ada kerugian negara akibat penyalahgunaan kewenangan oleh Aswis dan perbuatan melawan Hukum yang dilakukan Gusni dengan memperkaya diri sendiri oleh rekanan Gusni Fitri.

“Dalam persidangan terbukti bahwa terdakwa Aswis menyalahgunakan kewenangan dengan tidak menempatkan 40 pekerja tersebut sesuai dengan fungsi pengadaannya. Di sini jelas ada kerugian negara yang timbul akibat tidak ditempatkannya 40 pekerja tersebut sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan Gusni Fitri, sebagai rekanan, terbukti telah melakukan pemotongan gaji para pekerja yang seharusnya diberikan Rp1.350.000, namun hanya diberikan Rp1.000.000. Gaji yang dipotong oleh Gusni Fitri tersebut jelas merupakan uang negara,” terangnya.

Tuntutan Penuntut Umum selama 5 tahun penjara, membuktikan bahwa Penuntut Umum memiliki keyakinan kuat bahwa para terdakwa bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan, hal tersebut tentu berdasar kepada fakta-fakta persidangan. Maka jika kemudian hakim berpendapat bahwa perkara ini bukan tindak pidana korupsi, tentu perlu dipertanyakan.

“Jika majelis hakim berpendapat perkara a quo bukan tindak pidana korupsi, merupakan perkara hubungan industrial, tentu secara tidak langsung majelis hakim mengatakan bahwa hal ini berkaitan dengan kompetensi absolut. Harusnya, majelis hakim bisa memutus perkara ini  dari awal di putusan sela. Maka tidak perlu sampai pada pembuktian, karena melalui dakwaan saja harusnya Majelis Hakim  sudah bisa  melihat posisi kasus, apakah perbuatan tersebut tindak pidana korupsi atau hubungan industrial,” tambahnya.

16 Terpidana Korupsi Vonis Bebas

Integritas, tambahnya, sejak Pengadilan Tipikor didirikan pada tahun 2010 di Padang, setidaknya mencatat ada 16 terdakwa korupsi yang divonis bebas sampai hari ini.

Beberapa terdakwa yang divonis bebas sebelumnya adalah enam terdakwa, yaitu: Anthony, Eka Rina Yuliana, Surya Ade Saputra, Susi Suheni, Rahmi Darmawati, Gusman Efendi, pada kasus korupsi anggaran flu burung Payakumbuh pada register perkara tahun 2011, Ismail Novel (Ketua STAIN Syech Djamil Jambek Bukittinggi) dalam kasus korupsi pengalihan Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) dan Rencana Kerja Anggaran Kementrian Negara/Lembaga (RKA-KL) tahun 2007-2010, Syafrizal  (Mantan Kasubid Pengolahan Informasi Data pada BKD Kota Payakumbuh) dalam kasus Korupsi Penyediaan Barang/Jasa (SPPBJ) pengadaan dan pembuatan software SIMPEG, LAN dan pengadaan Komputer BKD Kota Payakumbuh Tahun Anggaran 2005, tiga Terdakwa, yaitu Murni, Mirawati, dan Rosni, dalam kasus korupsi dana bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kabupaten Padangpariaman, Adril (Mantan Sekda Kab. Solok Selatan) dalam kasus korupsi dana kas belanja perjalanan dinas di Bagian Umum Sekretariat Kabupaten Solok Selatan 2009, Azhar Latif (Mantan Direktur PDAM Padang) dalam kasus dana bantuan hukum PDAM, dan Firdaus Ilyas (Mantan Kadisprora Kota Padang), dalam kasus korupsi dana retribusi fasilitas GOR.

Deretan panjang bebasnya terdakwa korupsi di Pengadilan Tipikor Padang ini, apalagi kemudian putusan-putusan pada kasus tersebut terindikasi bermasalah, hal ini tentu akan menjadi ancaman terhadap pemberantasan korupsi di Sumatera Barat.

“Integritas menilai majelis hakim cenderung tidak profesional dalam memutus perkara. Tidak ada standarisasi hakim dalam membuat pertimbangan memutus perkara, sehingga mengakibatkan terjadi disparitas dalam peradilan,” nilainya.

Ia berharap ini harus menjadi perhatian bersama. Perlu ada kontrol menyeluruh dari berbagi stakeholder. Komisi Yudisial harus segera menyikapi persoalan ini. Integritas mendorong KY melakukan pengawasan terhadap Hakim di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang. Agar kemudian tidak terjadi praktik-praktik mafia peradilan dalam proses hukum. Selain itu peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan berintegritas.

“Terkait dengan bebasnya Aswis dan Gusni Fitri, Integritas mendorong agar penuntut umum melakukan kasasi terhadap putusan perkara a quo,” katanya.

Bersyukur Divonis Bebas

Seperti dilansir sebelumnya, mantan Sekretaris DPRD Solok Selatan Aswis dan direktris rekanan Gusni Fitri divonis bebas oleh hakim Pengadilan Tindak Pidano Korupsi Pengadilan Negeri Padang, Kamis (2/7/2015).

Seusai divonis bebas, Aswis dan Gusni Fitri yang disidang dalam berkas terpisah terlihat bersyukur. Terdakwa Aswis yang lebih dahulu menjalani persidangan, langsung menyalami majelis hakim dan memeluk keluarganya yang sudah menunggu di ruang persidangan.

Terdakwa Gusni Fitri yang sebelumnya berstatus tahanan kota, tampak terharu mendengar putusan ini. Sejak awal majelis hakim membacakan amar putusan, mata perempuan yang saat itu mengenakan selendang sudah mulai berkaca-kaca.

Puncaknya, seusai majelis hakim membacakan amar putusan, ia pun tak kuasa menahan air mata.

Dalam amar keputusannya, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa Aswis dan Gusni Fitri tidak terbukti melanggar Pasal 2 dan 3 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa perbuatan terdakwa Aswis membagi-bagi 40 orang tenaga pembersih menjadi sopir, satpam dan tenaga administrasi tidak sesuai kontrak, bukanlah permasalahan antara terdakwa dengan negara, dalam hal ini sekretariat DPRD Solsel. Melainkan, permasalahan antara terdakwa dengan buruh atau cleaning service pada sekretariat DPRD Solsel.

Begitupun perbuatan terdakwa Gusni Fitri, direktris CV Riri Prima Jaya, terhadap gaji yang dibayarkan terdakwa kepada tenaga cleaning service berjumlah 40 orang masing-masing Rp 1.350.000 berdasarkan surat perjanjian kerja jasa kebersihan, namun hanya dibayar Rp 1 juta per bulan sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 145 juta, dinilai majelis hakim bukanlah permasalahan antara terdakwa dengan negara. Tapi, permasalahan antara terdakwa dengan buruh atau clening service pada sekretariat DPRD Solsel. Sehingga, majelis hakim menyatakan tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum. (SSC)



BACA JUGA