
Jalan gelap penegakan hukum, karpet merah bagi kepolisian yang terbukti melanggar HAM
Padang, sumbarsatu.com – Komisi Informasi Sumatera Barat melalui Putusan Nomor 09/VI/KISB-PS-M-A/2025 menyatakan salinan Putusan Sidang Etik Profesi Polri Polda Sumatera Barat sebagai informasi yang dikecualikan. LBH Padang menilai keputusan ini keliru, menutup akses keadilan korban, dan memperkuat impunitas di tubuh Kepolisian.
Permintaan informasi diajukan LBH Padang terkait hasil Sidang Etik Profesi Polri atas Laporan Polisi Nomor: LP-A/89/VII/2024/Yanduan. Putusan etik itu membuktikan 17 anggota Dit Samapta Polda Sumbar bersalah atas penyiksaan terhadap anak-anak dan orang dewasa di Jembatan Batang Kuranji, By Pass KM 9 Padang, pada 10 Juni 2024.
Bentuk penyiksaan meliputi penyetruman, pemukulan, penyulutan rokok, hingga pelecehan seksual berupa pemaksaan ciuman sesama jenis.
Namun, Komisi Informasi beralasan putusan etik memuat data pribadi personel kepolisian sehingga dikecualikan dari keterbukaan. LBH Padang menilai pertimbangan ini justru menutup peluang korban menjadikan putusan sebagai bukti hukum pidana, seperti penyiksaan, pelecehan seksual, dan perundungan.
Elfin Maihendra, Penanggung Jawab Isu Fair Trial LBH Padang, menegaskan hak atas informasi adalah bagian dari hak asasi manusia sebagaimana Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 dan Pasal 28F UUD 1945. “Putusan etik membuktikan dugaan tindak pidana aparat. Negara wajib membuka informasi ini untuk memastikan kebenaran dan mencegah pengulangan,” tegas Elfin Maihendra, kepada sumbarsatu, Selasa (23/9/2025).
Putusan Keliru, Cederai Korban
Adrizal, Kepala Divisi Advokasi LBH Padang, menyebut putusan Komisi Informasi sebagai kegagalan memahami konteks hukum.
“Putusan etik adalah informasi publik yang wajib dibuka sesuai Pasal 11 ayat (1) huruf b UU KIP, karena diputuskan dalam sidang terbuka. Tidak ada larangan menyerahkan petikan putusan KKEP dalam peraturan Kepolisian,” jelas Adrizal.
Ia menambahkan, dengan dikecualikannya putusan, proses etik internal Kepolisian justru berpotensi menjadi alat impunitas. Padahal, 17 personel terbukti melakukan penyiksaan yang semestinya diproses sebagai tindak pidana, terutama kejahatan terhadap anak sesuai UU Perlindungan Anak.
Atas perkara ini, LBH Padang mendesak Polda Sumatera Barat membuka putusan sidang etik secara proaktif dan memastikan tindak lanjut pidana bagi pelaku.
Selain itu, LBH Padang mendesak Komisi Informasi menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan institusi.
“Transparansi adalah syarat minimum untuk mencegah kekerasan berulang dan memulihkan kepercayaan publik terhadap hukum,” tutup Adrizal. ssc/rel