Mzia Amaglobeli
Tbilisi, Georgia, sumbarsatu.com – Empat belas kedutaan besar Eropa, bersama sejumlah pemerintah dan organisasi non-pemerintah, pada Kamis (1/2/2025) menyerukan pembebasan segera jurnalis Mzia Amaglobeli, yang telah menjalani mogok makan selama 20 hari sejak penahanannya.
Amaglobeli, pendiri dan direktur media daring Batumelebi dan Netgazeti, menghadapi ancaman hukuman tujuh tahun penjara atas tuduhan menyerang seorang polisi saat unjuk rasa awal Januari. Ia menegaskan bahwa penahanannya bermotif politik.
“Saya tidak akan menerima agenda rezim,” tulis Amaglobeli dalam surat yang diterbitkan Netgazeti pada 20 Januari. “Kebebasan lebih berharga daripada kehidupan.”
Reaksi Keras
Penangkapan Amaglobeli menuai kecaman luas dari berbagai pihak. Kedutaan besar Eropa mengecam tindakan tersebut, menyebutnya sebagai “bentuk intimidasi terhadap jurnalis yang mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Georgia.”
Delegasi Uni Eropa ke Georgia, Kementerian Luar Negeri Norwegia, serta Federasi Jurnalis Internasional turut mendesak pembebasannya, sejalan dengan seruan dari kelompok hak asasi manusia lokal dan internasional.
Manana Kveliashvili, reporter Batumelebi, menyatakan bahwa penahanan Amaglobeli adalah bentuk “hukuman” atas kepemimpinannya dalam media independen.
Rentetan Kekerasan terhadap Jurnalis
Penahanan Amaglobeli menjadi bagian dari tren meningkatnya kekerasan, pelecehan, dan hambatan bagi jurnalis yang meliput protes antipemerintah di Georgia. Aparat keamanan semakin keras dalam menindak demonstrasi yang menentang kebijakan rezim.
Amaglobeli ditangkap dua kali pada malam 11-12 Januari di luar markas polisi di Batumi. Pengacaranya, Giorgi Khimshiashvili, menyebut ia pertama kali ditahan karena menempelkan stiker protes di dinding. Setelah dibebaskan dua jam kemudian, ia kembali untuk meminta informasi lebih lanjut kepada petugas yang menangkapnya.
Rekaman yang beredar menunjukkan adanya konfrontasi verbal antara Amaglobeli dan petugas. Dalam salah satu klip pendek yang ditayangkan TV Georgia, ia terlihat menampar seorang polisi. Namun, rekaman lain dari Batumelebi menunjukkan bahwa polisi tersebut sebelumnya meneriakkan hinaan yang merendahkan terhadapnya.
Setelah penangkapan keduanya, Amaglobeli tidak diberikan akses ke penasihat hukum selama tiga jam. Selama waktu itu, ia mengaku dilecehkan, dimaki, dan diludahi oleh petugas yang menangkapnya sebelum akhirnya ditahan.
Pengacara Amaglobeli mengakui bahwa kliennya menampar petugas, tetapi menekankan bahwa ia dalam kondisi emosional yang sangat tinggi setelah penangkapan pertama dan mengalami “kesenjangan ingatan” terkait insiden tersebut.
Seruan Pembebasan
Kesehatan Amaglobeli terus menjadi perhatian utama karena mogok makannya yang sudah berlangsung selama 20 hari. Banyak pihak mempertanyakan dasar hukum penahanannya serta menuntut perlakuan yang adil bagi jurnalis di Georgia.
Tekanan internasional terus meningkat. Apakah pemerintah Georgia akan merespons seruan global ini, atau justru memperketat cengkeraman terhadap kebebasan pers? Dunia menanti jawabannya. SSC/*
Sumber: https://www.occrp.org/