Kerikil-kerikil Pendidikan Kini

HARI GURU NASIONAL

Sabtu, 25/11/2023 09:02 WIB
-

-

OLEH Lismomon Nata (Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Negeri Padang)

Pendidikan adalah basis terbentuknya peradapan merupakan sesuatu hal yang tidak terbantahkan. Intensitas penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan serta keyakinan akan penanaman nilai humanisme itu muncul dari proses pendidikan.

Ketika sistem sosial kian menentukan arah perkembangan masyarakat, tak terelakkan besarnya kebutuhan terhadap partisipasi dan pembelajaran. Inilah prasyarat lahirnya kebudayaan baru. Maka, mimpi kolektif umat manusia hampir sama, yaitu mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya secara terbuka hingga ke jenjang puncak, memberikan harapan untuk tatanan kehidupan sesuai dengan apa yang dicita-citakan secara bersama. Demikian juga karena begitu besarnya janji yang diharapkan setelah itu.

Kualitas pendidikan merupakan sebuah standar dalam melihat tinggi atau rendahnya sebuah negara. Di Indonesia, hakekatnya pendidikan yang diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah menjadi manusia seutuhnya. Namun kenyataannya, pencapaian tujuan tersebut tidak serta merta dapat diwujudkan begitu saja.

Banyak hal yang menjadi tantangan dan hambatan yang dihadapi untuk mencapainya, sehingga seringkali dirasa antara harapan dengan kanyataan “jauh panggang dari api”, biasa disebut dengan masalah. Demikian juga dengan hari ini, paska pandemi Covid-19 memberikan dampak yang sangat besar dan memberikan perubahan signifikan. Kondisi tersebut juga membawa perubahan terhadap pola serta metode yang dilakukan dalam proses belajar mengajar (PBM).

Kegiatan biasanya dilakukan secara klasikal kemudian berganti secara daring. Perubahan seringkali memberikan keterkejutan dan bahkan bisa saja ditolak karena merasa telah berada pada posisi nyaman atau ketidakmampuan dalam mengikuti perubahan tersebut. Demikian juga halnya bila menggunakan perangkat baru yang sebelumnya belum pernah digunakan, seperti perangkat dalam telepon cerdas (smart phone).

Berbagai macam tantangan seringkali seperti ‘kerikil’. Meskipun bagi guru (pengajar) yang belum terbuka cara pandang serta keinginannya untuk mau belajar dan mencoba, karena menggunakan peranti tersebut membutuhkan sebuah keterampilan. Agak sedikit berbeda mungkin bila bagi mereka yang berada pada usia relatif muda atau yang disebut generasi milenial yang sebagian besar telah terbiasa dan melek teknologi sudah mulai tidak menjadi kendala yang berarti karena sudah mulai akrabnya dengan teknologi.

Meskipun seberapa sulitnya ekonomi orang tua, tetapi mereka akan terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan anak, termasuk untuk membeli laptop atau komputer, setidaknya telepon cerdas sebagai alat utama pembelajaran daring.

Bayangkan saja bila ada sebuah keluarga memiliki anak tiga atau empat orang dan mereka semuanya bersekolah, maka juga butuh minimal dua, tiga atau empat pula alat tersebut karena waktu PBM bisa saja bersamaan, sehingga agak menyulitkan bila mereka menggunakan alat yang sama secara bergantian.

Meskipun secara umunya, kepemilikan telepon cerdas adalah sudah merupakan kebutuhan primer saat ini. Namun, kerikil lain yang seringkali menjadi kendala dalam pembelajaran daring adalah belum meratanya ketersediaan jaringan internet secara baik di setiap daerah. Kondisi seperti itu menjadi permasalahan pula, tidak sedikit dari peserta didik pergi ke suatu tempat yang jauh agar mereka mendapatkan sinyal ponsel yang bagus.

Namun, ketersediaan sinyal tersebut tidak menjamin berjalannya PBM secara baik pula karena bisa saja sinyal yang tidak stabil menyebabkan pesan yang disampaikan tidak terdengar dengan baik, hilang bahkan terputus, sehingga meninggalkan ruang virtual (kelas), terlempar, terputus dan hilangnya substansi pembelajaran.

Kemampuan peserta didik dalam menggunakan perangkat juga menjadi kerikil selanjutnya. Misalnya karena tidak terampil dalam mengoperasikannya, sehingga tertinggal dalam mengikuti PBM, atau terkait pengetahuan terhadap aplikasi yang lemah juga menjadi masalah. Contohnya ketidakcakapan menghidupkan atau mematikan mikrofon yang menyebabkan suara-suara lain terdengar dan tidak jarang menimbulkan keributan dan mengusik kelas atau kenyamanan peserta didik lainnya ataupun etika dalam proses pembelajaran.

Kerikil lain adalah semangat dan kesadaran untuk belajar dari peserta didik yang masih cenderung lemah. Baik apakah bagi peserta didik yang masih anak-anak, seperti pada tingkat Sekolah Dasar (SD), bahkan jenjang yang lebih tinggi hingga mahasiswa. Jika dahulu peserta didik membolos dengan cara tidak masuk kelas saat jam pelajaran berlangsung, sekarang bentuk bolosnya bisa saja dengan tidak menghidupkan video.

Dengan demikian meskipun ia seolah-olah mengikuti PBM, namun membuka peluang untuk melakukan hal-hal lain, seperti tidur-tiduran atau bahkan bepergian, perangkat tersebut tetap dihidupkan kemudian ditinggalkan atau dimasukan ke dalam saku celana. Hal tersebut seringkali membuat PMB tidak terkontrol dengan baik.

Guru dan peserta didik yang tidak bertatap muka secara fisik juga seringkali menyebabkan kurang terkendalinya pengetahuan dan pantauan pengajar terhadap peserta didik. Hal ini terjadi seperti kurang mengetahuinya secara terukur terhadap pemahaman peserta didik. Apakah mereka mengerti atau tidak? Demikian pula halnya terkait dengan tugas-tugas yang diberikan, apakah mereka yang mengerjakan atau tidak?

Secara psikologisnya orang tua condong untuk ‘ikut campur’ mengerjakan tugas anaknya agar mendapatkan nilai yang bagus. Maka, tentu nilai kejujuran dan praktiknya perlu untuk diperhatikan secara bersama. Keyakinan bahwa bukan hanya persoalan nilai yang paling penting didapatkan oleh anak, melainkan lebih jauh adalah bagaimana mereka mengerti dan paham terhadap apa yang mereka pelajari serta nilai-nilai.

Hal ini disadari karena yang menjadi hal mendasar dalam pendidikan adalah mendidik, bukan hanya belajar. Faktanya banyak dari peserta didik yang memiliki kompetensi secara kognitif, namun bermasalah secara emosional, spiritual bahkan sosial. Belum lagi berbagai macam pemenuhan adimistrasi yang harus dipersiapkan oleh guru-guru, perangkat mengajar menjadi tantangan tersendiri pula dalam pencapaian optimalisasi PBM.

Oleh karena itu, perubahan yang terjadi adalah suatu bentuk kekuasaan Tuhan terhadap keseimbangan kehidupan manusia. Kerikil-kerikil yang dihadapi tentu akan dapat diminimalisir dan dihindari dengan cara yang baik dan tepat pula. Namun yang terpenting adalah sebuah kesadaran bahwa sehebat apapun mesin, akan tetapi tidak akan mempu menggantikan rasa dan hati, sehingga meskipun pembelajaran tidak terlepas dari alat teknologi, hati dan peraasaan guru untuk selalu tulus dan ikhlas mendidik serta mengajarkan anak didiknya mesti harus tetap dipertahankan, agar peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan tetap terjaga. Maka

tentu sangat masih sangat selalu untuk dinantikan guru-guru, para pendidik untuk selalu bersemangat dan berjuang, ketulusan serta tanggung jawab untuk terus menjadi suluh bagi peradaban bangsa negara ini ke depan. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan bagaimana menciptakan lingkungan sosial, lingkungan pembelajran secara kondusif, baik dan optimal pada setiap tempat di mana anak-anak, remaja, generasi penerus bangsa ini berproses untuk dapat menjadi manusia seutuhnya. Bila tidak tentu proses belajar mengajar tersebut akan mengalami gangguan, kehilangan makna, substansi dan hakekatnya. Selamat hari guru.



BACA JUGA