Ratusan petani yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Pencinta Alam Gunung Talang (HIMAPAGTA) menggelar aksi damai memperingati Hari Tani Nasional 2025 di lingkungan Pemda, Kayu Aro, Kabupaten Solok, Selasa (23/9/2025).
Solok, sumbarsatu.com – Ratusan petani yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Pencinta Alam Gunung Talang (HIMAPAGTA) menggelar aksi damai memperingati Hari Tani Nasional 2025 di lingkungan Pemda, Kayu Aro, Kabupaten Solok, Selasa (23/9/2025).
Aksi dimulai dari Simpang Tigo Gaduang Batu dengan pawai dan arak-arakan menuju Tugu Ayam, Kayu Aro. Sepanjang perjalanan, massa membentangkan kain panjang bertuliskan “Hari Tani Nasional 2025: Selamatkan Gunung Talang – Tolak Geothermal dan Lawan Perampas Lahan Petani.”
Setibanya di Tugu Ayam, aksi dilanjutkan dengan orasi dan penyampaian aspirasi. Petani juga membagikan hasil bumi dari lahan mereka kepada masyarakat sekitar sebagai simbol kesuburan tanah Gunung Talang yang selama ini menopang kehidupan.
Tolak Geothermal
Dalam orasinya, Ayu Dasril menegaskan aksi ini bukan sekadar seremoni, melainkan bentuk penghargaan atas perjuangan petani sekaligus penyampaian aspirasi terkait isu agraria, lingkungan hidup, dan kesejahteraan.
Ia menyoroti rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Gunung Talang.
“Tanah adalah sumber utama kehidupan kami. Proyek geothermal butuh lahan luas untuk sumur bor, pipa, stasiun pembangkit, dan akses jalan. Ini berpotensi mengalihkan tanah produktif petani ke pihak lain,” tegas Ayu Dasril dalam orasinya.
Ia mendesak pemerintah membatalkan proyek dan mencabut izin panas bumi di Gunung Talang. “Sejak 2017 masyarakat menolak. Seharusnya pemerintah mendengar suara rakyat dan melindungi kehidupan petani,” tambahnya.
Suara Perempuan Tani
Murnita, petani perempuan, menekankan Gunung Talang adalah kawasan pertanian subur yang menyuplai sayuran ke berbagai daerah hingga ke Pulau Jawa.
“Tanah kami adalah sumber kehidupan. Hasil tani ini bukti kesuburan Gunung Talang sekaligus memberi kesejahteraan bagi kami. Biarlah kami hidup sebagai petani,” ujarnya.
Pada aksi itu, hasil pertanian juga dibagikan gratis kepada masyarakat sekitar sebagai simbol berbagi berkah tanah subur.
Kepala Divisi Kampanye Publik LBH Padang, Calvin Nanda Permana, menegaskan aksi petani Gunung Talang merupakan wujud hak sipil dan politik sebagaimana dijamin UUD 1945, UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat, dan UU No. 39/1999 tentang HAM.
“Negara wajib memastikan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) ditegakkan. Masyarakat harus mendapat informasi lengkap, waktu mempertimbangkan, dan kebebasan menentukan sikap tanpa intimidasi. Partisipasi rakyat harus bermakna, bukan sekadar formalitas,” jelas Calvin.
Ia menegaskan hak atas tanah dan lingkungan hidup adalah hak asasi yang melekat dan wajib dilindungi negara.
“Tanpa perlindungan itu, pembangunan hanya akan melahirkan perampasan ruang hidup, kerusakan lingkungan, dan ketidakadilan,” tegasnya. ssc/rel