
Ritual Rayo Katempek di Nagari Gauang, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok.
Arosuka, sumbarsatu.com—Sudah menjadi tradisi di nagari-nagari di ranah Minang, momentum Idulfitri 1 Syawal 1438 H merupakan ajang silaturahmi dengan mengunjungi rumah sanak keluarga, famili, dan sahabat di kampung. Biasanya, setelah usai ritual ini, selanjutnya melakukan wisata ke destinasi yang menarik.
Namun berbeda halnya dengan masyarakat Nagari Gauang, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Masyarakat justru selama sepekan Lebaran berbondong-bondong ke pandam pekuburan untuk melaksanakan ritual Rayo Katampek. Rayo Katampek merupakan ziarah kubur yang dilakukan saat Lebaran. Biasanya ke kuburan sanak saudara dan kaum. Tujuannya mempererat hubungan kekerabatan.
Menurut Ketua KAN Gauang, Dt. Majo Basa saat ditemui sumbarsatu, Minggu, (25/6/2017), Rayo Katampek dimulai dua hari bulan Syawal atau tanggal 2 Syawal, yang jatuhnya hari Senin besok (26/6/2017). Rayo Katampek berlangsung selama enam hari sampai tanggal 7 Syawal 1438 H.
“Pandan perkuburan dimiliki oleh kaum yang dikepalai oleh mamak kepala kaum atau mak rumah beserta bundo kanduang dalam kaum tersebut menjadi sapangka dalam ritual ini .
“Saar Rayo Katampek, mamak dan bundo kanduang di pandam pekuburan menjadi tuan rumah atau sipangka alek. Mereka pun bahu-membahu bergotong royong memasak makanan hingga akhirnya dikemas menjadi nasi bungkus, ditambah kue-kue dalam plastik,” kata Datuak Majo Basa kepada sumbarsatu, Minggu (25/6/2017).
Ditambahkannya, makanan yang dipersiapkan ini oleh mereka disebut jamba yang dari rumah dijujung lewat berjalan kaki ke lokasi acara oleh kaum perempuan, seraya berpakaian adat kebesaran (baju kuruang hitam basiba). Selanjutnya dibagi-bagikan pada semua pengunjung yang datang.
Rombongan kaum hawa pembawa jamba (makanan) biasanya berjalan berbaris di pinggir jalan umum nagari. Momentum tersebut menjadi pemandangan khas tersendiri dalam setiap perayaan Lebaran Idul Fitri di Nagari Gauang.
“Tidak hanya kaum ibu-ibu, dalam rombongan pembawa makanan juga ikut diramaikan anak gadih dari keluarga atau kaum bersangkutan,” tambah Datuak Majo Basa
Bersamaan dengan itu, pula ratusan masyarakat yang sedari awal berkumpul memadati lokasi acara, bersuka cita menunggu datangnya rombongan pembawa makanan tersebut. Ritual Rayo Katampek ini juga dihadiri alim ulama, pemangku adat, cadiak pandai, pemuda, serta berbagai unsur lainnya.
Begitu pihak sipangka alek tiba, upacara Rayo Katampek pun dimulai. Diawali dengan ritual balaho (tahlilan), berpidato adat, serta diikuti pembacaan doa oleh ulama nagari.
Pada saatjamba dibagikan, terlihat pula kotal amal berupa infak dan sedekah berjalan yang biasanya dana terkumpul untuk pembangunan fasilitas di nagari.
Menurut Wali Nagari Gauang, Rizal Idziko, SE, tradisi pengumpulan infak tujuannya untuk membantu biaya pembangunan Masjid Raya Gauang.
Dikatakannya, jamba yang dibagi-bagikan ke pengunjung diimplementasikan sebagai sedekah dengan pahala diniatkan bagi sanak keluarga yang berkubur di pandam perkuburan tersebut.
“Rayo Katampek juga sekaligus menjadi ajang rutual akbar ziarah kubur, serta perekat tali silaturahmi antarsesama masyarakatperantau dan yang di kampung,” kata Rizal Idziko.
Selain itu, makna penting dari Rayo Katampek adalah ajang berbagi informasi soal hubungan kekerabatan, pertalian antarsesama, termasuk dengan para leluhur terdahulu.
“Ranji itu biasanya dijelaskan oleh para tetua (pihak bapak, mamak) hingga generasi penerus dapat lebih paham akan sejarah ranji dan keturunan, perjalanan waktu, seluk beluk atas kaumnya secara detail,” tambah Wali Nagari.
Dengan tradisi itu, diharapkan potensi pertikaian, selang-sengketa dalam kaum dan antar kaum kiranya dapat ditekan. Karena umumnya perselisihan cenderung lebih disebabkan karena minimnya pengetahuan, pemahaman generasi penerus atas sejarah kaum atau keluarga, serta sejauh mana sesungguhnya pertalian hubungan antar mereka. (DW)