
Fahri Hamzah
Jakarta, sumbarsatu.com - Saat ini Indonesia tidak memiliki narasi yang kuat. Padahal, sebuah bangsa harus memiliki hal itu agar apa pun yang terjadi di belahan dunia yang lain bangsa Indonesia tidak kehilangan arah dan tujuannya.
Hal tersebut tertuang dalam "Catatan Menyosong Tahun Baru 2017 dan Refleksi Akhir Tahun 2016" Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, yang disampaikan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (28/12/2016).
"Satu bangsa yang tidak memiliki narasi yang kuat dapat disergap oleh arus seperti air bah yang bisa menyebabkan disorientasi massal. Karena itu, mengembangkan dan menetapkan narasi yang kuat akan membuat kita teguh dalam menjalankan roda bernegara," kata Fahri.
Salah satu yang dikhawatirkan Fahri, arus air bahnya itu banyak sekali seperti gelombang media sosial (media sosial) yang menyebarkan berbagai informasi simpang siur.
"Namanya diterjang air bah, orang tentunya akan berupaya untuk menyelamatkan diri dan memegang apa saja yang bisa dipegangnya. Saya lihat pemerintahan saat ini seperti itu, seperti sedang diterjang air bah sehingga apa pun coba dipegang untuk menyelamatkan diri, meski itu membahayakan perjalanan bangsa ke depan," tegas dia.
Menurut Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, saat ini dunia memang sedang menghadapi kekacauan di dunia maya dan nyata. Kekacauan itu lanjutnya, tidak hanya di Timur Tengah, tapi juga di Benua Amerika mau pun Eropa, termasuk di Asia.
"Pernyataan terakhir Presiden Terpilih AS Donald Trump, bahwa dirinya akan meningkatkan kapasitas nuklir AS di tengah kampanye perlucutan senjata nuklir yang sedang digalakkan para pemimpin dunia dengan alasan bahwa dunia belum aman, kembali akan meningkatkan tensi ancaman perang karena negara-negara yang tidak terima sikap AS itu seperti Iran dan juga negara-negara nuklir lainnya termasuk negara yang belum bersikap akan berpikir ulang terkait perlucutan nuklir dunia, sikap Trump ii bisa membahayakan masa depan perdamaian dunia," tegasnya.
Ancaman dan perpecahan ujar Wakil Rakyat dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat itu, terjadi bukan hanya di tingkat elite, tapi juga sampai pada masyarakat di bawah.
Kohesi sosial, sangat rendah dan ini tentunya sangat disayangkan karena terjadi di tengah keinginan untuk membangun bersama. Kondisi ini menurut dia, bisa menjalar ke Indonesia, karena ada gejala bangsa ini bukannya ikut menghentikan dinamika dan keteganan dunia, tapi malah mengimpor ketegangan tersebut.
"Bukannya dicegah, tapi kita justru mengimpor ketegangan seperti dengan mengembangkan nalar yang salah tentang gejolak umat Islam. Kondisi ini mendapat pembenaran karena memang ada kelompok kecil yang melakukan teror dan juga menyebarluaskan isu ekstrem dari luar negara itu di sosmed secara mencolok. Padahal yang aktual dan resmi seperti berkumpulnya massa pada aksi 411 dan 212 semua berjalan damai," ungkapnya.
Menyikapi situasi dunia yang penuh kekacauan itu, Fahri mengajak Pemerintah untuk bersatu di tahun 2017 yang akan segera datang. Sebab kata dia, jika elite tidak bersatu maka rakyat akan sulit bersatu.
Ditegaskan Fahri, krisis politik di luar negara dapat seketika menjadi krisis ekonomi dunia yang lebih parah dari yang pernah ada sebelumnya. Artinya ada ancaman yang tidak bisa dihindari jika krisis ekonomi di luar menjalar ke Indonesia dan pada tingkat rakyat terjadi krisis ekonomi juga yang berakibat fatal yaitu jika perut rakyat lapar.
"Berbicara soal politik, hukum dan demokrasi itu mudah, tapi kalau perut lapar, ini yang berbahaya. Makanya harus dijaga agar ekonomi tidak terus turun karena dampaknya besar. Jika dalam negeri ada krisis politik dan berakibat tidak stabil, ekonomi kita juga bisa fatal," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Fahri kembali mengajak bersatu melihat persoalan dengan nalar yang lebih jernih.
"Presiden jangan dijebak untuk melihat gambar kecil, tapi mari membangun narasi yang akan menjadi arah dan sekaligus pegangan bangsa ini untuk melangkah melalui krisis dunia sekarang ini. Dunia ini semakin global dan arusnya semakin kuat. Jika kita tidak punya arah maka kita bisa hilang dalam arus dunia," pungkasnya. (BAL)