Miko Kamal: Jangan Kaitkan dengan Sentimen Minangkabau

PENYUAP IRMAN GUSMAN DITAHAN

Minggu, 18/09/2016 09:48 WIB
Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi, kedua tersangka penyuap Ketua DPD Irman Gusman resmi ditahan KPK pada Sabtu (17/9/2016) malam

Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi, kedua tersangka penyuap Ketua DPD Irman Gusman resmi ditahan KPK pada Sabtu (17/9/2016) malam

Jakarta, sumbarsatu.com--Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi, kedua tersangka penyuap Ketua DPD Irman Gusman resmi ditahan KPK pada Sabtu (17/9/2016) malam. Keluar dari gedung KPK Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, tersangka kasus dugaan suap kuota gula impor Sumatera Barat ini, Sabtu (17/9/2016) pukul 23.30 WIB, keduanya sudah mengenakan rompi oranye.

Pasangan suami-isteri ini keluar secara bersamaan. Memi terlihat menundukkan kepalanya selama berjalan menuju mobil tahanan. Sementara Xaveriandy tampak lebih tegar. Dia berani memperlihatkan wajahnya kepada awak media meskipun bungkam ketika ditanya.

Sebelumnya pada Sabtu dini hari, KPK melakukan operasi tangkap tangan di rumah dinas Irman, kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan. KPK menyita barang bukti berupa uang senilai Rp100 juta.

Uang tersebut diduga diberikan oleh Xaveriandy dan Memi agar Irman membuat surat rekomendasi kepada Bulog untuk menambahkan kuota gula impor di Sumatera Barat pada tahun 2016 ini.

Jangan Kaitkan dengan Sentimen Minangkabau

Sementara itu, terkait dengan operasi tangkap tangan KPK terhadap Ketua DPD Irman Gusman menurut, Miko Kamal, Legal Governance Specialist, yang mengajar di Fakultas Hukum Univisitas Bung Hatta Padang, mengatakan, mencengangkan publik, khususnya etnik Minangkabau baik yang berada di kampung maupun yang di rantau.

Ia juga menjelaskan, penangkapan itu dikait-kaitkan dengan pertarungan politik tingkat tinggi memperebutkan kursi Ketua DPD yang beberapa waktu lalu hangat diperbicangkan di media massa. Apalagi barang bukti yang didapatkan KPK dalam OTT tersebut berjumlah sangat kecil, hanya Rp100.000.000.

"Maka, KPK harus buktikan sebagai institusi penegak hukum yang imun dari kepentingan politik," kata Miko Kamal, Minggu (18/9/2016).

Miko mengatakan, perilaku koruptif, apalagi yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara, tidak boleh ditoleransi.

"Besar atau kecilnya nominal hasil OTT seharusnya tidak pula dijadikan ukuran dalam menilai kerja KPK. Juga, kecilnya nominal hasil tangkapan tersebut tidak boleh dijadikan pembenar perilaku koruptif," tegasnya.

Untuk itu, ia meminta agar KPK membuktikan bahwa mereka tetap istikamah bekerja untuk dan atas nama hukum, bukan untuk memenuhi selera kelompok-kelompok tertentu seperti tudingan sebagian orang.

"Dugaan korupsi yang menimpa Irman Gusman tidak seharusnya dikait-kaitkan dengan etnik Minangkabau, kampungnya Irman Gusman. Seharusnya pula etnik Minang tidak menyikapi kasus ini secara berlebihan dan mempercayakan penuntasannya sesuai dengan hukum yang berlaku. Orang Minang harus menegaskan diri sebagai etnik yang paling rasional menyikapi keadaan apapun," terangnya.

Ia menilai, kasus Irman Gusman ini makin membenarkan bahwa korupsi berkenaan dengan perdagangan pengaruh (trading in influence) merupakan salah satu ancaman serius bagi pihak-pihak yang menginginkan pemberantasan korupsi di Indonesia. (SSC)

 



BACA JUGA