Teater “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut” Karya dan Sutradara Febra Muyusari Dinyatakan Lulus

Selasa, 09/07/2024 10:27 WIB
MENTAS

MENTAS

Padang Panjang, sumbarsatu.com—Pertunjukan teater “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut” karya dan sutradara Febra Muyusari dinyatakan lulus oleh tim penguji setelah dipentaskan sebagai tugas akhir Pascasarjana Penciptaan dan Pengkajian ISI Padang Panjang, Senin malam, 8 Juli 2024 di Teater Arena Mursal Esten ISI Padang Panjang.

Penciptaan teater “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut”  di bawah bimbingan Dr Afrizal Harun, M,Sn ini, digarap eksperimental dengan pendekatan postdramatic dan dipadu pemanfaatan teknologi video art dan efek suara, berbasis pada tradisi lisan ompek gonjie limo gonok (OGLG). OGLG adalah tradisi adat berbalas pantun yang berasal dari Desa Muaro Kibul, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.

Menurut Febra Muyusari, OGLG merupakan tradisi adat yang telah ada sejak lama diturunkan dari nenek moyang dan diwariskan ke generasi berikutnya.

“Penciptaan teater “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut” yang saya garap ini terinspirasi dari tradisi OGLG berbalas pantun. Aktivitas ini biasanya dilakukan masyarakat pada saat akan panen padi. Pada malam harinya diadakan OGLG yang diikuti pria dan wanita, dan mereka saling berblas pantun hingga jelang pagi,” jelas Febra Muyusari setelah ujiannya.

Ia menjelaskan, “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut” dalam proses pencitaannya mengedepankan aspek ketubuhan performer (unsur teatrikal, gerak tari), pemanfaatan pencahayaan yang mendukung setiap peristiwa yang mewakili tema perusakan lingkungan.

“Teater “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut” mengangkat isu pembabatan hutan yang tidak terkendali sehingga berakibat rusaknya ekosistem dan lingkungan hidup masyarakat. Sementara itu, masyarakar sebenarnya sudah punya kearifan lokal yang mampu menjaga keseimbangan alam dan ekosistem adat dan budayanya,” paparnya.  

Lebih detil diuraikannya, karya ini menghadirkan empat bagian; yaitu (1) Kenangan itu?; (2) Lubang Hitam yang Tak Terisi; (3) Cahaya di Ujung Lorong, dan (4) Bunga yang Mekar Itu.

Dalam pertunjukan  “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut” dibuka dengan adegan yang menggambarkan masa lalu lingkungan sosial masyarakat. Eksposisi ini memperkenalkan setting kehidupran masyarakat yang harmonis, alam yang asri dan indah di Desa Kibul.

Gambaran terhadap kesan kearifan lokal dan budaya masyarakat Desa Kibul, pengkarya menampilkan dengan teknologi mapping video yang ditingkahi pula dengan pengembangan alat musik tradisional piul dan dendang rai, salembok dan sumandan serta dialog lokal masyarakat Merangin.

Selanjutnya, pengkarya memberika tafris terhadap persoalan kerusakan lingkungan yang berdampak pada bencana alam, dan tentu saja galibnya sebuah karya, isu-isu itu diberi solusi dan harapan sebagai pesan agar ada kebaikan bagi umat manusia.

“Menariknya, ide penciptaan karya teater “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut” adalah narasi garapannya yang menawarkan solusi perbaikan lingkungan dan pentingnya menjaga keseimbangan alam,” kata Afrizal Harun.

Setelah menjalani sidang, penciptaan seni teater “Layak Makan Judu, Alu Makan Patut” karya dan sutradara Febra Muyusari oleh tim penguji yang terdiri dari Dr Yusril, S.S, M.Sn dan Dr Sahrul, S.S, M,Si dinyatakan lulus dengan catatan antara lain perbaikan penulisan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. SSC/MN



BACA JUGA